Jumat, 05 Juli 2013

MAKNA LAMBANG KOTA PALU

A. ARTI BENTUK LAMBANG
  • Gambar berbentuk Buah Kelapa dan Belanga (kura tanah) yang bersudut lima dengan warna dasar biru, merah, hijau dan kuning melambangkan :
1.     Kekayaan yang terkandung dalam bumi Daerah Kota Palu dapat diolah/dimanfaatkan demi kemakmuran dan kesejahteraan rakyat;
2.    Masyarakat Kota Palu bersifat terbuka dalam menerima semua masukan untuk diolah dan senantiasa dimusyawarahkan sehingga lahir suatu keputusan yang pada akhirnya untuk kesejahteraan rakyat;
3.    Mempersatukan semua unsur yang ada di Daerah Kota Palu, untuk bersama – sama merasa bertanggung jawab demi kemakmuran Daerah Sulawesi Tengah pada umumnya dan Daerah Kota Palu pada Khususnya;
         4.    Gambar buah kelapa dan belanga tanah bersudut lima melambangkan falsafah Pancasila;

  • Garis lurus vertikal pemisah warna hijau dan kuning melambangkan bahwa Daerah Kota Palu selalu membina rasa persatuan dan kesatuan demi terwujudnya masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang–Undang Dasar 1945;
  • Bagian pinggir gambar berwarna hitam melambangkan suatu usaha melestarikan dan memelihara kebudayaan daerah dari pengaruh kebudayaan asing yang akan merusak kepribadian bangsa.

B. ARTI GAMBAR/LUKISAN DALAM LAMBANG
  • Bintang bersudut lima berwarna kuning keemasan melambangkan Rakyat Kota Palu menjungjung tinggi dan mengamalkan nilai – nilai yang terkandung pada Pancasila dalam bertindak dan berbuat sesuatu demi kesejahteraan bersama;
  • Untaian padi sebanyak 27 (dua puluh tujuh) butir dan rangkaian bunga kapas sebanyak 9 (sembilan) buah melambangkan tanggal dan bulan lahirnya Kota Palu;
  • Rumah Adat Sou Raja :
1.     Mempunyai 12 (dua belas) tiang dan 10 (sepuluh) anak tangga yang menggambarkan tanggal dan bulan peresmian Kotamadya Daerah Tingkat II Palu;
2.    Sebagai tempat tinggal Raja dan tempat bermusyawarah wakil rakyat untuk menjalankan roda pemerintahan;
  • Alur 2 (dua) garis lengkung (pemisah warna) :
1.     Menggambarkan di Kota Palu terdapat beberapa sungai;
2.    Menggambarkan lembah, dimana leyak geografis Kota Palu diapit oleh 2 (dua) buah pegunungan;
  • Garis lurus vertikal menggambarkan bahwa masyarakat Kota Palu mempunyai tekad yang kuat, kokoh dan tegar dalam melaksanakan pembangunan;
  • Garis ombak yang terdiri dari 7 (tujuh) gelombang dan 8 (delapan) gelombang menggambarkan tahun kelahiran Kota Palu yaitu tahun 1978 dan juga menggambarkan geografis Kota Palu mempunyai teluk yang potensial dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat Kota Palu;
  • Garis vertikal 5 (lima) buah dibawah pita berwarna putih, bertuliskan “MALIU NTINUVU” mengartikan Daerah Kota Palu merupakan Daerah Tingkat II Palu yang kelima di Propinsi Sulawesi Tengah;
  • Pita berwarna putih terletak pada tangkai padi dan kapas yang bertuliskan “MALIU TINUVU” bermakna mempersatukan semua unsur /potensi yang ada pada Daerah Kota Palu untuk secara bersama – sama mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan seluruh rakyat.

C. ARTI WARNA
  • Warna biru menggambarkan sifat setia dan patuh dalam menjalankan tugas dan kewajiban serta menjunjung tinggi nilai – nilai Pancasila dan Undang – Undang Dasar 1945;
  • Warna kuning menggambarkan keagungan dan keluhuran budi dalam arti kebanggaan untuk ikut serta bertanggung jawab atas wilayah sebagai bagian Negara Kesatuan Republik Indonesia;
  • Warna hijau menggambarkan kesuburan dan kemakmuran;
  • Warna merah menggambarkan keteguhan dan keberanian dalam pendirian untuk mempertahankan kebenaran;
  • Warna coklat menggambarkan rasa aman;
  • Warna putih menggambarkan keiklasan dalam menerima dan berbuat sesuatu demi kepentingan umum;
  • Warna hitam melambangkan ketabahan dan kemampuan dalam menghadapi setiap ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan;
  • Tulisan “MALIU NTINUVU” berwarna hitam.

D. Arti Motto “MALIU NTINUVU” yang tertulis pada pita berwarna putih, sebagai berikut 

          Pengabdian yang tulus dilandasi dengan semangat persatuan dan kesatuan yang kokoh dengan senantiasa mendapat lindungan Tuhan Yang Maha Esa dalam melaksanakan pembangunan demi kehidupan yang makmur, sejahtera dan lestari.

Kamis, 27 Juni 2013

Tari Pamonte

Tari Pomonte adalah salah satu tari daerah yang telah merakyat di Provinsi Sulawesi Tengah, yang merupakan simbol dan refleksi gerak dari salah satu kebiasaan gadis-gadis suku Kaili pada zaman dahulu dalam menuai padi, yang mana mayoritas penduduk suku Kaili adalah hidup bertani. Tari Pomonte telah dikenal sejak tahun 1957 yang di ciptakan oleh seorang seniman besar, putra asli Sulawesi tengah yaitu (alm) Hasan. M. Bahasyuan, beliau terinspirasi dari masyarakat Sulawesi Tengah yang agraris. Tari Pomonte melambangkan sifat gotong-royong dan memiliki daya komunikasi yang tinggi, hidup dan berkembang ditengah masyarakat yang telah menyatu dengan budaya masyarakat itu sendiri. Kata POMONTE berasal dari bahasa Kaili Tara ; - PO artinya = Pelaksana - MONTE artinya = Tuai (menuai) - POMONTE artinya = Penuai Tari Pomonte menggambarkan suatu kebiasaan para gadis-gadis suku Kaili di Sulawesi Tengah yang sedang menuai padi pada waktu panen tiba dengan penuh suka cita, yang dimulai dari menuai padi sampai dengan upacara kesyukuran terhadap sang Pencipta atas keberhasilan panen. Dan sebelum menuai setiap pekerjaan didahului oleh seorang Penghulu yang dalam bahasa Kaili disebut TADULAKO. TADULAKO pada tarian ini berperan sebagai pengantar rekan-rekannya mulai dari menuai, membawa padi kerumah, membawa padi ke lesung, menumbuk padi, menapis serta membawa beras ke rumah yang kemudian disusul dengan upacara selamatan yakni No’rano, Vunja, Meaju dan No’raego mpae yang merupakan suatu kebiasaan yang dilakukan pada upacara panen suku Kaili di provinsi Sulawesi Tengah. Tari Pomonte memiliki daya pikat yang kuat karena dalam penampilannya mampu menimbulkan suasana gembira terhadap penonton, baik dalam gerak maupun lagu yang dinyanyikan dalam berhasa daerah yaitu bahasa Kaili, sehingga tari Pomonte dapat dimengerti langsung oleh yang menyaksikannya khususnya masyarakat di lembah Palu.

Jumat, 21 Juni 2013

Suku Kaili adalah suku bangsa di Indonesia yang secara turun-temurun tersebar mendiami sebagian besar dari Provinsi Sulawesi Tengah, khususnya wilayah Kabupaten Donggala, Kabupaten Sigi, dan Kota Palu, di seluruh daerah di lembah antara Gunung Gawalise, Gunung Nokilalaki, Kulawi, dan Gunung Raranggonau. Mereka juga menghuni wilayah pantai timur Sulawesi Tengah, meliputi Kabupaten Parigi-Moutong, Kabupaten Tojo-Una Una dan Kabupaten Poso. Masyarakat suku Kaili mendiami kampung/desa di Teluk Tomini yaitu Tinombo,Moutong,Parigi, Sausu, Ampana, Tojo dan Una Una, sedang di Kabupaten Poso mereka mendiami daerah Mapane, Uekuli dan pesisir Pantai Poso.[rujukan?] Untuk menyatakan "orang Kaili" disebut dalam bahasa Kaili dengan menggunakan prefix "To" yaitu To Kaili. Ada beberapa pendapat yang mengemukakan etimologi dari kata Kaili, salah satunya menyebutkan bahwa kata yang menjadi nama suku Kaili ini berasal dari nama pohon dan buah Kaili yang umumnya tumbuh di hutan-hutan dikawasan daerah ini, terutama di tepi Sungai Palu dan Teluk Palu. Pada zaman dulu, tepi pantai Teluk Palu letaknya menjorok l.k. 34 km dari letak pantai sekarang, yaitu di Kampung Bangga. Sebagai buktinya, di daerah Bobo sampai ke Bangga banyak ditemukan karang dan rerumputan pantai/laut. Bahkan di sana ada sebuah sumur yang airnya pasang pada saat air di laut sedang pasang demikian juga akan surut pada saat air laut surut. Menurut cerita (tutura), dahulu kala, di tepi pantai dekat Kampung Bangga tumbuh sebatang pohon kaili yang tumbuh menjulang tinggi. Pohon ini menjadi arah atau panduan bagi pelaut atau nelayan yang memasuki Teluk Palu untuk menuju pelabuhan pada saat itu, Bangga.

Palu Bisa Menjadi Pusat Budaya Sulawesi

Kota Palu sangat potensial menjadi pusat budaya Sulawesi paling tidak karena dua alasan penting yakni keanekaragaman suku dan budaya penduduknya serta letak geografis yang strategis. "Kota Palu ini terletak di jantung Sulawesi. Penduduknya juga sangat heterogen yang berasal dari berbagai suku di Sulawesi bahkan Indonesia dan mereka hidup rukun dan berdampingan sampai saat ini," kata Wakil Wali Kota Palu Mulhanan Tombnolotutu belum lama ini. Palu sebagai Ibu Kota Provinsi Sulawesi Tengah didiami penduduk dengan berbagai latar belakang suku yang berbeda, seperti Bugis, Toraja dan Mandar yang merupakan penduduk asli Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat. Selanjutnya ada pula Gorontalo, Manado, Jawa, Arab, Tionghoa, dan Kaili. Kaili merupakan suku terbesar di Sulawesi Tengah. Dengan kondisi itu, katanya, Kota Palu seolah menjadi miniatur budaya Sulawesi yang terdiri atas enam provinsi ini. Semua penduduk asli di tiap provinsi di pulau berbentuk huruf ’K’ ini mudah dijumpai di Kota Palu.

Penduduk Kota Palu juga banyak yang berasal dari hasil pernikahan silang antarsuku sehingga menambah keanekaragaman budaya. Selama bertahun-tahun masyarakat Kota Palu hidup rukun berdampingan dengan dilandasi perbedaan agama, suku, dan ras. Masyarakat lokal menanam hasil bumi seperti buah-buahan, sayur dan aneka hasil hutan untuk selanjutnya diolah warga pendatang. Kondisi itu akhirnya terjadi hubungan yang saling membutuhkan dan menguntungkan hingga saat ini.Kota Palu saat ini juga menjadi salah satu kawasan ekonomi khusus (KEK) di Indonesia bagian timur. Berbagai persiapan untuk ditetapkan Kota Palu sebagai kawasan ekonomi khusus telah dilakukan, penyiapan lahan seluas 1.520 hektare di Kecamatan Palu Utara, yang meliputi Kelurahan Pantoloan, Baiya, dan Lambara. Lahan seluas 1.520 hektare itu akan dibagi menjadi kawasan industri seluas 700 hektare, kawasan perumahan (500 hektare), kawasan pendidikan dan penelitian (100 hektare), kawasan komersial (100 hektare), daerah olahraga (50 hektare), kawasan pergudangan (50 hektare), kawasan perkebunan dan taman (20 hektare).Sebagai Ibu Kota Provinsi Sulawesi Tengah, Palu memiliki keunggulan dan daya tarik sebagaimana daerah-daerah lainnya di Tanah Air.

Namun keunggulan Kota Palu terasa lebih unik dan menarik karena berbagai potensi keindahan alam bisa dilihat dari berbagai sudut pandang. Olehnya, Kota Palu juga bisa disebut daerah dengan lima dimensi, yakni adanya teluk, laut, sungai, lembah dan gunung yang berada di dalam satu kesatuan. Separuh wilayah Kota Palu dikitari pegunungan berikut lembah yang membentang dari barat ke timur. Selanjutnya Teluk Palu seluas 395 kilometer persegi melengkapi pemandangan kota seluas 395 kilometer persegi ini. Sementara itu Sungai Palu yang memiliki panjang lebih 20 kilometer membelah Kota Palu menjadi dua bagian. Saat ini, di muara Sungai Palu berdiri jembatan Palu IV yang menghubungkan Palu Barat dan Palu Timur. Jembatan yang diresmikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 2006 ini juga menjadikan Kota Palu lebih dikenal di seluruh penjuru Nusantara. Jembatan beton sepanjang 300 meter ini setiap hari selalu ramai dilalui masyarakat, terlebih lagi menjelang senja. Warga menikmati pemandangan Teluk Palu sembari melintasi jembatan dengan pelan.

Minggu, 19 Mei 2013

Palu adalah “Kota Baru” yang letaknya di muara sungai. Dr. Kruyt menguraikan bahwa Palu sebenarnya tempat baru dihuni orang (De Aste Toradja’s van Midden Celebes). Awal mula pembentukan kota Palu berasal dari penduduk Desa Bontolevo di Pegunungan Ulayo. Setelah pergeseran penduduk ke dataran rendah, akhirnya mereka sampai di Boya Pogego sekarang ini.

Kota Palu sekarang ini adalah bermula dari kesatuan empat kampung, yaitu : Besusu, Tanggabanggo (Siranindi) sekarang bernama Kamonji, Panggovia sekarang bernama Lere, Boyantongo sekarang bernama Kelurahan Baru. Mereka membentuk satu Dewan Adat disebut Patanggota. Salah satu tugasnya adalah memilih raja dan para pembantunya yang erat hubungannya dengan kegiatan kerajaan. Kerajaan Palu lama-kelamaan menjadi salah satu kerajaan yang dikenal dan sangat berpengaruh. Itulah sebabnya Belanda mengadakan pendekatan terhadap Kerajaan Palu. Belanda pertama kali berkunjung ke Palu pada masa kepemimpinan Raja Maili (Mangge Risa) untuk mendapatkan perlindungan dari Manado di tahun 1868. Pada tahun 1888, Gubernur Belanda untuk Sulawesi bersama dengan bala tentara dan beberapa kapal tiba di Kerajaan Palu, mereka pun menyerang Kayumalue. Setelah peristiwa perang Kayumalue, Raja Maili terbunuh oleh pihak Belanda dan jenazahnya dibawa ke Palu. Setelah itu ia digantikan oleh Raja Jodjokodi, pada tanggal 1 Mei 1888 Raja Jodjokodi menandatangani perjanjian pendek kepada Pemerintah Hindia Belanda.

Berikut daftar susunan raja-raja Palu :
1. Pue Nggari (Siralangi) 1796 - 1805
2. I Dato Labungulili 1805 - 1815
3. Malasigi Bulupalo 1815 - 1826
4. Daelangi 1826 - 1835
5. Yololembah 1835 - 1850
6. Lamakaraka 1850 - 1868
7. Maili (Mangge Risa) 1868 - 1888
8. Jodjokodi 1888 - 1906
9. Parampasi 1906 - 1921
10. Djanggola 1921 - 1949
11. Tjatjo Idjazah 1949 – 1960

Setelah Tjatjo Idjazah, tidak ada lagi pemerintahan raja-raja di wilayah Palu. Setelah masa kerajaan telah ditaklukan oleh pemerintah Belanda, dibuatlah satu bentuk perjanjian “Lange Kontruct” (perjanjian panjang) yang akhirnya dirubah menjadi “Karte Vorklaring” (perjanjian pendek). Hingga akhirnya Gubernur Indonesia menetapkan daerah administratif berdasarkan Nomor 21 Tanggal 25 Februari 1940. Kota Palu termasuk dalam Afdeling Donggala yang kemudian dibagi lagi lebih kecil menjadi Arder Afdeling, antara lain Order Palu dengan ibu kotanya Palu, meliputi tiga wilayah pemerintahan Swapraja, yaitu :

1. Swapraja Palu
2. Swapraja Dolo
3. Swapraja Kulawi

Pertumbuhan Kota Palu setelah Indonesia merebut kemerdekaan dari tangan penjajah Belanda kemudian Jepang pada tahun 1945 semakin lama semakin meningkat. Dimana hasrat masyarakat untuk lebih maju dari masa penjajahan dengan tekat membangun masing-masing daerahnya. Berkat usaha makin tersusun roda pemerintahannya dari pusat sampai ke daerah-daerah. Maka terbentuklah daerah Swatantra tingkat II Donggala sesuai peraturan pemerintah Nomor 23 Tahun 1952 yang selanjutnya melahirkan Kota Administratif Palu yang berbentuk dengan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1978.
Berangsur-angsur susunan ketatanegaraan RI diperbaiki oleh pemerintah pusat disesuaikannya dengan keinginan rakyat di daerah-daerah melalui pemecehan dan penggabungan untuk pengembangan daerah, kemudian dihapuslah pemerintahan Swapraja dengan keluarnya peraturan yang antara lain adalah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957 dan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 1959 serta Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1964 Tentang Terbentuknya Dati I Propinsi Sulteng dengan Ibukota Palu.

Dasar hukum pembentukan wilayah Kota Administratif Palu yang dibentuk tanggal 27 September 1978 atas Dasar Asas Dekontrasi sesuai Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah. Kota Palu sebagai Ibukota Propinsi Dati I Sulawesi Tengah sekaligus ibukota Kabupaten Dati II Donggala dan juga sebagai ibukota pemerintahan wilayah Kota Administratif Palu. Palu merupakan kota kesepuluh yang ditetapkan pemerintah menjadi kota administratif.

Sebagai latar belakang pertumbuhan Kota Palu dalam perkembangannya tidak dapat dilepaskan dari hasrat keinginan rakyat di daerah ini dalam pencetusan pembentukan Pemerintahan wilayah kota untuk Kota Palu dimulai sejak adanya Keputusan DPRD Tingkat I Sulteng di Poso Tahun 1964. Atas dasar keputusan tersebut maka diambil langkah-langkah positif oleh Pemerintah Daerah Tingkat I Sulawesi Tengah dan Pemerintah Dati II Donggala guna mempersiapkan segala sesuatu yang ada kaitannya dengan kemungkinan Kota Palu sebagai Kota Administratif. Usaha ini diperkuat dengan SK Gubernur KDH Tingkat I Sulteng Nomor 225/Ditpem/1974 dengan membentuk Panitia Peneliti kemungkinan Kota Palu dijadikan Kota Administratif, maka pemerintah pusat telah berkenan menyetujui Kota Palu dijadikan Kota Administratif dengan dua kecamatan yaitu Palu Barat dan Palu Timur.

Berdasarkan landasan hukum tersebut maka pemerintah Kotif Palu memulai kegiatan menyelenggarakan pemerintahan di wilayah berdasarkan fungsi sebagai berikut :
a. Meningkatkan dan menyesuaikan penyelenggaraan pemerintah dengan perkembangan kehidupan politik dan budaya perkotaan.
b. Membina dan mengarahkan pembangunan sesuai dengan perkembangan sosial ekonomi dan fisik perkotaan.
c. Mendukung dan merangsang secara timbal balik pembangunan wilayah Propinsi Daerah Tingkat I Sulawesi Tengah pada umumnya dan Kabupaten Dati II Donggala.

Hal ini berarti pemerintah wilayah Kotif Palu menyelenggarakan fungsi-fungsi yang meliputi bidang-bidang :
1. Pemerintah
2. Pembina kehidupan politik, ekonomi, sosial budaya perkotaan
3. Pengarahan pembangunan ekonomi, sosial dan fisik perkotaan

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tanggal 12 Oktober 1994, Mendagri Yogi S. Memet meresmikannya Kotamadya Palu dan melantik Rully Lamadjido, SH sebagai walikotanya. Kota Palu terletak memanjang dari timur ke barat disebelah utara garis katulistiwa dalam koordinat 0,35 – 1,20 LU dan 120 – 122,90 BT. Luas wilayahnya 395,06 km2 dan terletak di Teluk Palu dengan dikelilingi pegnungan. Kota Palu terletak pada ketinggian 0 – 2500 m dari permukaan laut dengan keadaan topografis datar hingga pegunungan. Sedangkan dataran rendah umumnya tersebut disekitar pantai.

Berikut batas-batas wilayah Kota Palu adalah :
- Sebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan Tawaeli dan Kecamatan Banawa
- Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Marawola dan Kabupaten Sigi
- Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Banawa dan Kecamatan Marawola
- Sebelah timur berbatasan dengan Kelurahan Tawaeli dan Kabupaten Parimo

Dengan pembagian wilayah menjadi tujuh, yaitu :
1. Kecamatan Palu Barat mencakup 9 Kelurahan
• Balaroa
• Baru
• Boyaoge
• Duyu
• Lere
• Kamonji
• Nunu
• Siranindi
• Ujuna

2. Kecamatan Palu Selatan mencakup 12 Kelurahan
• Tatura
• Birobuli
• Petobo
• Kawatuna
• Tanamodindi
• Lolu Utara
• Tawanjuka
• Palupi
• Pengawu
• Lolu Selatan
• Sambale Juraga
• Tamalanja



3. Kecamatan Palu Timur mencakup 8 Kelurahan
• Lasoani
• Poboya
• Talise
• Besusu Barat
• Tondo
• Besusu Tengah
• Besusu Timur
• Layana Indah

4. Kecamatan Palu Utara mencakup 8 Kelurahan
• Mamboro
• Taipa
• Kayumalue Ngapa
• Kayumalue Pajeko
• Panau
• Lambara
• Baiya
• Pantoloan

Sabtu, 18 Mei 2013

Sturuktur Kepengurusan

Struktur Kepengurusan KMKP

Priode 2013-2014

SEJARAH KMKP

Perjalanan Ke Lima Tahun KMKP

Mengawali berdirinya Keluarga Mahasiswa Kota Palu ( KMKP ) secara resmi pada tahun 2008, di Kota Makassar pada tahun 2007 KMKP telah dirintis dan hadir sebagai organisasi kedaerahan mahasiswa Kota Palu yang masih kecil yang merupakan inisiatif daribeberapa mahasiswa Kota Palu yang sedang berkuliah di Kota Makassar. Antara lain Fachruddin Hari Anggara Putera yang berkuliah di Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin, Arafat di Fakultas Hubungan Internasional Universitas Hasanuddin, Aswar Amiruddin di Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin, Masroem di Fakultas Kesehatan Universitas Poli Teknik Kesehatan, Arif Samudin di Fakultas Farmasi Universitas Pancasakti, Eki sidik Pratama di Fakultas Teknik Universitas Veteran Republik Indonesia, Eko zikir Pratama di Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin, Fadhillah Wardhani di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin, Ika Magfirah di Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin dan Tri Jayanti di Fakultas Farmasi Universitas Pancasakti.

Hadirnya KMKP ini diawali dari perasaan yang sama dari beberapa mahasiswa Kota Palu tersebut, yang mempunyai keresahan hati karena tidak adanya wadah yang dapat menampung aspirasi mereka sebagai putra – putri daerah. Selain itu motivasi dasar untuk mempersatukan mahasiswa – mahasiswa yang berasal dari Kota Palu menjadi spirit, komitmen dan konsisten beberapa mahasiswa Kota Palu tersebut untuk mewujudkan cita – cita mereka yaitu membentuk suatu wadah yang bernama Keluarga Mahasiswa Kota Palu yang selanjutnya disingkat dengan KMKP.

Di tahun 2007, saat itu KMKP di koordinir oleh Fachruddin Hari Anggara putera sebagai Ketua sementara KMKP menanti Musyawarah Besar yang nantinya memilih Ketua KMKP secara resmi. Dan untuk pertama kalinya, di tahun 2007 KMKP mengadakan acara penyambutan Mahasiswa Baru yang berasal dari Kota Palu yang sebelumnya tidak pernah ada, yang bertempat di pekarangan danau Universitas Hasanuddin.

Pada bulan maret 2008, beberapa mahasiswa Kota Palu tersebut kemudian menindaklanjutkan ide untuk membentuk suatu organisasi kedaerahan mahasiswa Kota Palu tersebut secara resmi. Langkah awal dari beberapa pertemuan mahasiswa tersebut untuk meresmikan organisasi kedaerahan mahasiswa Kota Palu tersebut yaitu mensosialisasikan nama KMKP tersebut ke kalangan mahasiswa Kota Palu yang berada di Makassar dan mengadakan Musyawarah Besar( MUBES ). Dengan kesepakatan bersama, maka MUBES tersebut dinamakan Musyawarah Besar Pertama Keluarga Mahasiswa Kota Palu ( MUBES I KMKP ). Hal ini disebabkan agar MUBES ini lebih dikenal oleh kalangan mahasiswa Kota Palu. Saat itu yang terpilih sebagai Koordinator Stering MUBES I KMKP adalah Fachruddin Hari Anggara Putera dan Ketua Panitia adalah Arafat.

Seiring bergulirnya waktu dan dengan semangat dan tekad yang kuat mahasiswa – mahasiswa Kota Palu, KMKP kemudian diresmikan sebagai organisasi kedaerahan mahasiswa Kota Palu oleh Bapak Walikota Palu, Rusdi Mastura, tepatnya pada tanggal 8 Juni 2008 di Benteng somba Opu, Makassar, sulawesi selatan, dengan Ketua KMKP pertama yaitu Arafat dan mengangkat wakilnya Fachruddin Hari Anggara Putera.

Setelah masa priode Saudara Arafat di Pilihlah saudara Putra Alamsyah yang melanjutkan tongkat Estafet. Pria yang akrab di panggil Alam ini di pilih di Musyawarah Kedua KMKP di Tanjung Bayang Makassar, Alam memimpin KMKP untuk Priode 2011-2012. adapun pengurus KMKP pada saat itu adalah Rifyal Arsyad sebagai Wakil Ketua, saudari Musdalifah sebagai Sekertaris Umum. divisi-divisi yang kemudian hadir adalah Divisi Pengkaderan, Divisi Administrasi dan Kesekretariatan, divisi Informasi dan Komunikasi dan divisi Minat Bakat

Selanjutnya Mubes ke III di laksanakan di Malino Kabupaten Gowa, di Musyawarah Besar ini di pilihlah saudara Alamda Nugraha sebagai Ketua Umum Priode 2012-2013. selanjutnya yang di tunjuk sebagai Wakil Ketua adalah Andi Anugrah dan Rezki amalia sebagai Sekertaris Umum serta Nur fajrah sebagai Bendahara Umum.

Musyawarah Besar Ke IV di laksanakan di Tanjung Bayang pada tanggal 5-6 April 2013. Di Musyawarah Besar ini di pilihlah saudara Muhammad Hadizchal sebagai Ketua Umum Priode 2013-2014. Sebagai Ketua Umum yang di beri kesempatan untuk menentukan komposisi kepengurusan maka di pilihlah saudara Tri Novri Yandi Dahyar sebagai Sekertaris Umum dan Fadlun Minaulah sebagai Bendahara Umum. Dan disusunlah Komposisi kepengurusan di mana para pengurus terdiri dari Angkatan 2009-2011. Hasil rapat kerja di pikir perlunya merefleksikan apa yang terjadi pada periode pertama KMKP, di mana antusiasme mahasiswa perlu di hidupkan kembali. Pengadaan sekretariat di pikir perlu dan juga komunikasi dengan Dewan Pelindung yaitu Walikota Palu Bapak Rusdi Mastura dapat berjalan dengan baik lagi.